Tuan Guru Kyai Haji
Muhammad Zainuddin Abdul Madjid yang nama kecilnya Muhammad Saggaf dilahirkan
pada hari Rabu, 17 Rabi’ul Awal 1326 [1904 M] di Kampung Berini, Desa
Pancor, Kecamatan Rarang Timur [Sekarang Kecamatan Selong] Lombok Timur Nusa
Tenggara Barat.
Tuan Guru Kyai
Haji Muhammad Zainuddin Abdul Majid, yang namanya disingkat HAMZANWADI [Haji
Muhammad Zainuddin Abdul Madjid Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah], yang akrab
dipanggil Maulana Syaikh atau juga akrab dengan panggilan “Tuan Guru Pancor”,
oleh para murid dan jamaahnya secara umum, semasa kecilnya diberi nama Muhammad
Saggaf oleh ayahnya sendiri, yaitu Tuan Guru Haji Abdul Madjid.
Terdapat keunikan lain
seputar kelahirannya, yaitu adanya cerita gembira yang di bawa oleh seorang
wali, bernama Syaikh Ahmad Rifa’i yang juga berasal dari Maghrabi. Ia menemui
Tuan Guru Haji Abdul Madjid menjelang kelahiran putranya. Syaikh Ahmad Rifa’i
berkata kepada Tuan Guru Haji Abdul Madjid “Akan segera lahir dari istrimu
seorang anak laki-laki yang akan menjadi ulama besar”.
Muhammad Saggaf adalah
anak bungsu dari enam bersaudara, yaitu; Siti Sarbini, Siti Cilah, Hajah
Saudah, Haji Muhammad Shabur dan Hajah Masyithah. Keenam putera-puterinya ini
merupakan hasil perkawinan Tuan Guru Haji Abdul Madjid dengan seorang perempuan
yang shalihah, berasal dari desa Kelayu Lombok Timur, bernama Inaq Syarn dan
lebih dikenal dengan Hajah Halimatussa’diyah.
Maulana al-Syaikh Tuan Guru Kyai Hajji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid (disingkat menjadi Hamzanwadi = Hajji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah) lahir di desa Pancor, Lombok Timur, 5 Agustus 1898 – meninggal di tempat yang sama pada 21 Oktober 1997 Masehi / 19 Jumadil Tsani 1418 Hijriah dalam usia 99 tahun menurut kalender Masehi, atau usia 102 tahun menurut Hijriah. Beliau adalah pendiri Nahdlatul Wathan, organisasi massa Islam yang terbesar di provinsi Nusa Tenggara Barat / NTB.
‘Al-Mukarram Maulana al-Syaikh Tuan Guru Kyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid’ dilahirkan di Kampung Bermi, Pancor, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat pada tanggal 17 Rabiul Awal 1316 Hijriah bertepatan dengan tanggal 5 Agustus 1898 Masehi dari perkawinan Tuan Guru Haji Abdul Madjid (beliau lebih akrab dipanggil dengan sebutan Guru Mukminah atau Guru Minah) dengan seorang wanita shalihah bernama Hajjah Halimah al-Sa’diyah.
Nama kecil beliau adalah ‘Muhammad Saggaf’, nama ini dilatarbelakangi oleh suatu peristiwa yang sangat menarik untuk dicermati, yakni tiga hari sebelum beliau dilahirkan ayah beliau, TGH. Abdul Madjid, didatangi orang waliyullah masing-masing dari Hadramaut dan Magrabi. Kedua waliyullah itu secara kebetulan mempunyai nama yang sama, yakni “Saqqaf”. Kedua waliyullah itu berpesan kepada TGH. Abdul Madjid supaya anaknya yang akan lahir itu diberi nama “Saqqaf” yang artinya “tukang memperbaiki atap”. Kata “Saqqaf” di Indonesia-kan menjadi “Saggaf” dan untuk dialek bahasa Sasak menjadi “Segep”. Itulah sebabnya beliau sering dipanggil dengan “Gep” oleh ibu beliau, Hajjah Halimah al-Sa’diyah
Maulana al-Syaikh Tuan Guru Kyai Hajji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid (disingkat menjadi Hamzanwadi = Hajji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah) lahir di desa Pancor, Lombok Timur, 5 Agustus 1898 – meninggal di tempat yang sama pada 21 Oktober 1997 Masehi / 19 Jumadil Tsani 1418 Hijriah dalam usia 99 tahun menurut kalender Masehi, atau usia 102 tahun menurut Hijriah. Beliau adalah pendiri Nahdlatul Wathan, organisasi massa Islam yang terbesar di provinsi Nusa Tenggara Barat / NTB.
‘Al-Mukarram Maulana al-Syaikh Tuan Guru Kyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid’ dilahirkan di Kampung Bermi, Pancor, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat pada tanggal 17 Rabiul Awal 1316 Hijriah bertepatan dengan tanggal 5 Agustus 1898 Masehi dari perkawinan Tuan Guru Haji Abdul Madjid (beliau lebih akrab dipanggil dengan sebutan Guru Mukminah atau Guru Minah) dengan seorang wanita shalihah bernama Hajjah Halimah al-Sa’diyah.
Nama kecil beliau adalah ‘Muhammad Saggaf’, nama ini dilatarbelakangi oleh suatu peristiwa yang sangat menarik untuk dicermati, yakni tiga hari sebelum beliau dilahirkan ayah beliau, TGH. Abdul Madjid, didatangi orang waliyullah masing-masing dari Hadramaut dan Magrabi. Kedua waliyullah itu secara kebetulan mempunyai nama yang sama, yakni “Saqqaf”. Kedua waliyullah itu berpesan kepada TGH. Abdul Madjid supaya anaknya yang akan lahir itu diberi nama “Saqqaf” yang artinya “tukang memperbaiki atap”. Kata “Saqqaf” di Indonesia-kan menjadi “Saggaf” dan untuk dialek bahasa Sasak menjadi “Segep”. Itulah sebabnya beliau sering dipanggil dengan “Gep” oleh ibu beliau, Hajjah Halimah al-Sa’diyah
Silsilah Tuan Guru Kyai
Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid tidak bisa diungkapkan secara jelas dan
runtut, terutama silsilahnya ke atas, karena catatan dan dokumen silsilah
keluarga beliau ikut hangus terbakar ketika rumahnya mengalami musibah
kebakaran. Namun, menurut sejumlah kalangan bahwa asal usulnya dari keturunan
orang-orang terpandang, yakni dan keturunan sultan-sultan Selaparang,
sebuah kerajaan Islam
yang pernah berkuasa di Pulau Lombok. Disebutkan bahwa Tuan Guru Kyai Haji Muhammad
Zainuddin Abdul Madjid merupakan keturunan Kerajaan Selaparang yang ke-17
Pendapat ini tentu saja
paralel dengan analisis yang diajukan oleh seorang antropolog
berkebangsaan Swedia
bernama Sven Cederroth, yang merujuk pada kegiatan ziarah yang dilakukan
Tuan Guru Kyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid ke makam Selaparang
pada tahun 1971,
sebelum berlangsungnya kegiatan pemilihan umum (Pemilu). Praktek ziarah semacam
ini memang bisa dilakukan oleh masyarakat Indonesia
pada umumnya, termasuk masyarakat Sasak,
untuk mengidentifikasikan diri dengan leluhurnya. Disamping itu pula, Tuan Guru
Kyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid tidak pernah secara terbuka
menyatakan penolakannya terhadap anggapan dan pernyataan-pernyataan yang selama
ini beredar tentang silsilah ketununannya, yakni kaitan genetiknya dengan
sultan-sultan Kerajaan Selaparang
Maulana Syaikh TGKH.
Muhammad Zainuddin Abdul Madjid adalah anak bungsu dari enam bersaudara. Kakak
kandung beliau lima orang, yakni Siti Syarbini, Siti Cilah, Hajjah Saudah, Haji
Muhammad Sabur dan Hajjah Masyitah.
Ayahnya TGH. Abdul
Madjid yang terkenal dengan penggilan “Guru Mu’minah” adalah seorang muballigh
dan terkenal pemberani. Beliau pernah memimpin pertempuran melawan kaum
penjajah, sedangkan ibunya Hajjah Halimah al-Sa’diyah terkenal sangat salehah.
Sejak kecil al-Mukarram
Maulana al-Syaikh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid terkenal sangat jujur
dan cerdas. Karena itu tidaklah mengherankan bila ayah-bundanya memberikan
perhatian istimewa dan menumpahkan kasih sayang begitu besar kepada beliau.
Ketika melawat ke Tanah Suci Mekah
untuk melanjutkan studi, ayah-bundanya ikut mengantar ke Tanah Suci.
Ayahnya-lah yang mencarikan guru tempat beliau belajar pertama kali di Masjid
Haram dan sempat menemani beliau di Tanah Suci sampai dua kali musim haji.
Sedangkan ibunya Hajjah Halimatus Sa’diyah ikut bermukim di Tanah Suci
mendampingi dan mengasuh beliau sampai ibunya tercintanya itu berpulang ke
rahmatullah tiga setengah tahun kemudian dan dimakamkan di Mu’alla Mekah.
Dengan demikian, tampak
jelaslah betapa besar perhatian ayah-bundanya terhadap pendidikan beliau. Hal
ini juga tercermin dari sikap ibunya bahwa setiap kali beliau berangkat untuk
menuntut ilmu, ibunya selalu mendoakan dengan ucapan “Mudah mudahan engkau
mendapat ilmu yang barakah” sambil berjabat tangan serta terus memperhatikan
kepergian beliau sampai tidak terlihat lagi oleh pandangan mata. Pernah suatu
ketika, beliau lupa pamit pada ibunya. Beliau sudah jauh berjalan sampai ke
pintu gerbang baru sang ibu melihatnya dan kemudian memanggil beliau untuk
kembali, Gep, gep, gep (nama panggilan masa kecil beliau), koq lupa
bersalaman?, ucap ibu beliau dengan suara yang cukup keras. Akhirnya,
beliau pun kembali menemui ibunya sembari meminta maaf dan bersalaman. Lalu
sang ibu mendoakan beliau. Mudah-mudahan anakku mendapatkan ilmu yang
barokah. Setelah itu beliau kemudian berangkat ke sekolah. Hal ini
merupakan suatu pertanda bahwa betapa besar kesadaran ibunya akan penting dan
mustajabnya doa ibu
untuk sang anak sebagaimana ditegaskan dalam hadits Rasulullah SAW,
bahwa doa ibu menduduki rangking kedua setelah doa Rasul.
Pendidikan
Pengembaraan TGKH.
Muhammad Zainuddin Abdul Madjid menuntut ilmu pengetahuan berawal dari
pendidikan dalam keluarga, yakni dengan belajar mengaji [membaca Al-qur'an] dan
berbagai ilmu agama
lainnya, yang diajarkan langsung oleh ayahnya, yang dimulai sejak berusia 5
tahun.
Pendidikan Lokal
Setelah berusia 9
tahun, ia memasuki pendidikan formal yang disebut Sekolah Rakyat Negara, hingga
tahun 1919 M.
Setelah menamatkan pendidikan formalnya, beliau kemudian diserahkan oleh
ayahnya untuk menuntut ilmu agama yang lebih luas dari beberapa Tuan Guru lokal, antara lain TGH.
Syarafudin dan TGH. Muhammad Sa’id dari Pancor serta Tuan Guru Abdullah bin Amaq Dulaji dari desa Kelayu, Lombok Timur.
Ketiga guru agama ini mengajarkan ilmu agama dengan sistem halaqah, yaitu para
santri duduk bersila di atas tikar dan mendengarkan guru membaca kitab yang
sedang dipelajari, kemudian masing-masing murid secara bergantian membaca.
Pendidikan di Mekah
Untuk lebih memperdalam
ilmu agama, Muhammad Zainuddin remaja berangkat menuntut ilmu ke Mekah diantar
kedua orang tuanya, tiga orang, kemenakan dan beberapa orang keluarga, termasuk
pula TGH. Syarafuddin. Pada saat itu beliau berusia 15 tahun, yaitu menjelang
musim Haji tahun 1341 H/1923 M.
Sesampai di Tanah Suci, TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid langsung mencari
rumah kontrakan di Suqullail, Mekah.
Belajar di Masjid
al-Haram
Beberapa setelah musim
Haji usai, TGH. Abd. Madjid mulai sibuk mencarikan guru buat anaknya. Sampailah
pencarian TGH. Abd. Madjid pada sebuah halaqah. Syaikh yang mengajar di
lingkaran tersebut bernama Syaikh Marzuki, seorang keturunan Arab kelahiran
Palembang yang sudah lama mengajar mengaji di Masjid Haram, yang saat itu
berusia sekitar 50 tahun. Disanalah TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid
diserahkan untuk belajar.
Selain itu juga sempat
belajar ilmu sastra pada ahli syair terkenal di Mekah, yakni Syaikh Muhammad
Amin al-Kutbi dan pada saat itu berkenalan dengan Sayyid Muhsin
Al-Palembani, seorang keturunan Arab kelahiran Palembang
yang kemudian menjadi guru beliau di Madrasah
al-Shaulatiyah.
Ketika ayah TGKH.
Muhammad Zainuddin Abdul Madjid pulang ke Lombok, ia langsung berhenti belajar
mengaji pada Syaikh Marzuki, karena ia
merasa tidak banyak mengalami perkembangan yang berarti dalam menuntut ilmu
selama ini. Namun, ia belum sempat mencari guru, terjadi perang saudara antara
kekuasaan Syarif Husein dengan golongan Wahabi.[4]
Belajar di Madrasah
al-Shaulatiyah
Dua tahun setelah
terjadinya huru hara tersebut, Muhammad Zainuddin Abdul Madjid muda berkenalan
dengan seseorang yang bernama Haji Mawardi dari Jakarta.
Dari perkenalannya itu ia diajak masuk belajar di madrasah al-Shaulatiyah, yang
saat itu dipimpin oleh Syaikh Salim
Rahmatullah. Pada hari pertama masuknya ia bertemu dengan Syaikh Hasan
Muhammad al-Masysyath.
Madrasah al-Shaulatiyah
adalah madrasah pertama sebagai permulaan sejarah baru dalam pendidikan di Arab Saudi.
Madrasah ini sangat legendaris, gaungnya telah menggema di seluruh dunia dan
telah menghasilkan banyak ulama-ulama besar dunia. TGKH. Muhammad Zainuddin
masuk Madrasah al-Shaulatiyah pada tahun 1345 H (1927 M) yang waktu
dipimpin (Mudir/Direktur), Syaikh Salim
Rahmatullah yang merupakan cucu pendiri Madrasah al-Shaulatiyah.
Sudah menjadi tradisi bahwa setiap thullab yang masuk di Madrasah
Al-Shaulatiyah harus mengikuti tes masuk untuk menentukan kelas yang cocok bagi
thullab. Demikian pula dengan TGKH. Muhammad Zainuddin, juga ditest terlebih
dahulu. Secara kebetulan diuji langsung oleh Direktur al-Shaulatiyah sendiri, Syaikh Salim
Rahmatullah dan Syaikh Hasan
Muhammad al-Masysyath.
Hasil test menentukan
di kelas 3. mendengar keputusan itu, TGKH. Muhammad Zainuddin minta
diperkenankan masuk kelas 2 dengan alasan ingin mendalam mata pelajaran ilmu Nahwu dan Sharaf. Semula Syaikh Hasan bersikeras
agar TGKH. Muhammad Zainuddin masuk kelas 3, tetapi pada akhirnya melunak dan
mengabulkan permohonan untuk masuk kelas 2 dan sejak itu TGKH. Muhammad
Zainuddin secara resmi masuk Madrasah al-Shaulatiyah mulai dari kelas 2.
Prestasi akademiknya sangat istimewa. Beliau berhasil meraih peringkat pertama
dan juara umum. Dengan kecerdasan yang luar biasa, TGKH. Muhammad Zainuddin
berhasil menyelesaikan studi dalam waktu hanya 6 tahun, padahal normalnya
adalah 9 tahun. Dari kelas 2, diloncatkan ke kelas 4, kemudian loncat kelas
lagi dari kelas 4 ke kelas 6, kemudian pada tahun-tahun berikutnya naik kelas
7, 8 dan 9.
Sahabat sekelas TGKH.
Muhammad Zainuddin bernama Syaikh Zakaria Abdullah Bila, mengakui kejeniusannya
dan mengatakan: Syaikh Zainuddin itu adalah manusia ajaib di kelasku, karena
kejeniusannya yang tinggi dan luar biasa dan saya sungguh menyadari hal ini.
Syaikh Zainuddin adalah saudaraku, dan kawan sekelasku dan saya belum pernah
mampu mengunggulinya dan saya tidak pernah menang dalam berprestasi pada waktu
saya bersama-sama dalam satu kelas di Madrasah Al-Shaulatiyah Mekah.
Predikat istimewa ini
disertai pula dengan perlakuan istimewa dari Madrasah Al-Shaulatiyah. Ijazahnya
ditulis langsung oleh ahli khat terkenal di Mekah, yaitu Al-Khathath al-Syaikh
Dawud al-Rumani atas usul dari direktur Madrasah al-Shaulatiyah. Prestasi
istimewa itu memerlukan pengorbanan, ibu yang selalu mendampingi selama belajar
di Madrasah al-Shaulatiyah berpulang ke rahmatullah di Mekah. Maulana al-Syaikh
TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid menyelesaikan studi di Madrasah
al-Shaulatiyah pada tanggal 22 Dzulhijjah 1353 H dengan predikat “mumtaz” (Summa
Cumlaude).
Setelah tamat dari
Madrasah al-Shaulatiyah, tidak langsung pulang ke Lombok, tetapi bermukim lagi
di Mekah selama dua tahun sambil menunggu adiknya yang masih belajar, yaitu
Haji Muhammad Faisal. Waktu dua tahun itu dimanfaatkan untuk belajar antara
lain belajar ilmu fiqh kepada Syaikh Abdul Hamid Abdullah al-Yamani. Dengan
demikian, waktu belajar yang ditempuh selama di Tanah Suci Mekah adalah 13 kali
musim haji atau kurang lebih 12 tahun. Ini berarti selama di Mekah sempat
mengerjakan ibadah haji sebanyak 13 kali.
Setelah selesai
menuntut ilmu di Mekah dan kembali ke tanah air, TGKH. Muhammad Zainuddin
langsung melakukan safari dakwah
ke berbagai lokasi di pulau Lombok, sehingga dikenal secara luas oleh
masyarakat. Pada waktu itu masyarakat menyebutnya ‘Tuan Guru Bajang’.
Semula, pada tahun 1934
mendirikan pesantren al-Mujahidin sebagai tempat pemuda-pemuda Sasak
mempelajari agama dan selanjutnya pada tanggal 15 Jumadil Akhir 1356 H/22 Agustus
1937 mendirikan Nahdlatul Wathan
Diniyah Islamiyah (NWDI) dan menamatkan santri (murid) pertama kali
pada tahun ajaran 1940/1941.
Kepemimpinan
Kesuksesan perjuangan
seseorang tokoh atau pemimpin banyak ditentukan oleh pola kepemimpinannya.
Kearifan seorang pemimpin dalam melaksanakan tugas kepemimpinannya akan
menentukan keberhasilan perjuangannya.
Perjuangan dan
kepemimpinan merupakan dua hal yang saling mengkait, karena perjuangan itu akan
berhasil baik, apabila pola pendekatan yang dipergunakan dalam kepemimpinan itu
baik. Di samping itu, kepemimpinan yang arif dan bijaksana akan menghasilkan
keberhasilan perjuangan.
Maulana al-Syaikh TGKH.
Muhammad Zainuddin Abdul Madjid dikenal sebagai ulama’ besar di Indonesia
karena ilmu yang dimiliki sangat luas dan mendalam. Demikian juga charisma
beliau sebagai sosok figure ulama demikian besar. Beliau adalah tokoh panutan
yang sangat berpengaruh karena kearifan dan kebijaksanaannya. Perjuangan dan
kepemimpinan beliau senantiasa diarahkan untuk kepentingan umat. Penghargaan
dan penghormatan yang diberikan kepada seseorang yang telah berjasa kepadanya
terutama kepada guru-guru beliau diwujudkan dalam bentuk yang dapat memberikan
manfaat kepada umat.
Sebagai contoh dapat
dikemukakan bahwa penghargaaan beliau kepada mahaguru yang paling dicintai dan
disayangi. Maulana Syaikh Hasan
Muhammad al-Masysyath diwujudkan dalam bentuk pondok pesantren
Hasaniyah NW di Jenggik, Lombok Timur. Penghargaan kepada
mahagurunya Maulana Syaikh Sayyid
Muhammad Amin al-Kutbi diwujudkan dalam bentuk Pondok Pesantren
Aminiyah NW di Bonjeruk Lombok Tengah, dan penghargaan
kepada Mahagurunya Maulana al-Syaikh Salim Rahmatullah beliau sudah
merencanakan untuk mendirikan sebuah Pondok Pesantren di Lombok Timur. Pola
kepemimpinan yang beliau contohkan di atas hanya dapat dilakukan oleh
orang-orang yang memiliki wawasan ilmu yang dalam serta pemimpin yang memiliki
kearifan dan kebijaksanaan.
Demikian pula tentang
pendekatan yang beliau lakukan selalu bernilai paedagogik dalam arti mengandung
nilai-nilai pendidikan. Beliau tidak mau bahkan tidak pernah bersikap sebagai
pembesar yang disegani. Beliau selalu bertindak sebagai pengayom yang berada di
tengah-tengah jama’ah dan senantiasa menempatkan diri sesuai dengan keberadaan
dan kemampuan mereka. Demikian juga halnya di kala beliau memberikan fatwanya
selalu disesuaikan dengan kondisi dan jangkauan alam pikiran murid dan santerinya.
Pembawaan dan sikap
hidup beliau selalu menunjukkan kesederhanaan. Inilah yang membuat beliau
selalu dekat dengan para warganya dan murid-muridnya dengan tidak mengurangi
kewibawaan dan charisma yang beliau miliki. Keluhan yang disampaikan para warga
dan muridnya ditampung, di dengar, dan dicarikan jalan penyelesaiannya dengan
penuh kearifan dan kebijaksanaan dengan tidak merugikan salah satu pihak.
Untuk melanjutkan dan
mengembangkan perjuangan Nahdlatul Wathan di masa datang, beliau sangat
mendambakan munculnya kader-kader yang memiliki potensi dan militansi, serta
loyalitas yang tinggi, baik dari segi semangat, wawasan, maupun bobot keilmuan.
Dalam banyak kesempatan beliau sering menyampaikan keinginannya agar murid dan
santri beliau memiliki ilmu pengetahuan sepuluh bahkan seratus kali lipat lebih
tinggi daripada ilmu pengetahuan yang beliau miliki. Demikian motovasi yang
selalu beliau kumandangkan supaya murid dan santri beliau lebih tekun dan
berpacu dalam menuntut ilmu pengetahuan, baik di dalam maupun di luar negeri.
Dalam menerima dan
menghadapi para murid dan santeri serta warga Nahdlatul Wathan,
beliau tidak pernah membedakan antara yang satu dengan yang lain. Semua murid
dan santeri serta warga Nahdlatul Wathan di berikan perhatian dan kasih
saying yang sama besarnya, bagaikan cinta dan kasih saying seorang bapak kepada
anak-anaknya.
Yang membedakan murid
dan santeri di hadapan beliau adalah kadar keikhlasan dan sumbangsihnya kepada Nahdlatul Wathan.
Dan, untuk membina dan memonitor kualitas kader Nahdlatul Wathan,
beliau mengeluarakan wasiat dalam bahasa Arab, yang artinya:
Dengan menyebut nama Allah
dan dengan memuji-Nya semoga keselamatn tetap tercurah padamu, demikian pula
rahmat Allah, keberkatan, ampunan dan ridha-Nya.
Anak-anak yang setia
dan murid-muridku yang berakal. Sesungguhnya semulia-mulia kamu disisiku ialah
yang paling banyak bermanfaat untuk perjuangan Nahdlatul Wathan
dan sejahat-jahat kamu disisiku ialah yang paling banyak merugikan perjuangan Nahdlatul Wathan.
Karena itu, kuatkanlah
kesabaranmu, tetaplah bersiap siaga, berjuanglah kemudian berjuanglah di jalan Nahdlatul Wathan
untuk mempertinggi citra agama dan negara. Niscaya kamu dengan kekuasaan Allah
swt. Tergolong pejuang agama, orang saleh dan mukhlish baik pada waktu sendirian
maupun pada waktu bersama orang lain.
Semoga Allah membukakan
pintu rahmat untuk kami dan kamu dan semoga ia menganugerahi kami dan kamu
serta para simpatisan Nahdlatul Wathan masuk surga dan nikmat
tambahan yang tiada taranya, yaitu melihat zat-Nya dari dalam surga.
Demikianlah, wasiat ini
dikeluarkan setelah terlihat beberapa kader dari kalangan alumni Madrasah NWDI,
dan mereka yang sudah dibiayai beliau untuk melanjutkan ke sekolah yang lebih
tinggi keluar dari garis perjuangan oraganisasi. Tidak taat pada
kebijakan-kebijakan yang ditetapkan oleh beliau. Memang dalam rangka kaderisasi
beliau banyak memberikan bantuan kepada alumni NWDI jdan orang-orang lain untuk
melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi dengan nawaitu khusus dan perjanjian
khusus pula, yaitu untuk setia membela dan memperjuangkan cita-cita NWDI, NBDI
dan NW. Alhamdulillah banyaklah di antara mereka yang benar-benar menepati
janjinya dengan tulus. Sebaliknya ada juga yang khianat pada janjinya, tidak
malu merobek-robek nawaitu pengirimannya. Eksistensi dan aplikasi dari wasiat
ini menjadi tolok ukur kualitas dan kader ketaatan serta keihklasan kader-kader
Nahdlatul Wathan.
Di samping itu, untuk
mempertegas Wasiat Renungan Masa I dan II berbahasa Indonesia dalam bentuk
puisi. Wasiat Renungan Masa ini berisikan nasihat, fatwa dan pedoman bagi warga
Nahdlatul Wathan
dalam berjuang.
Lahirnya wasitat-wasiat
tersebut merupakan konsekuensi logis dari pola kepemimpinan beliau yang selalu
menekankan hubungan guru dan murid. Beliau adalah figur pemimpin yang selalu
menekankan agar tetap terjalin dan terpelihara hubungan antara guru dan murid.
Menurut prinsip beliau bahwa tidak ada guru yang membuang murid akan tetapi
kebanyakan murid yang membuang guru.
Perjuangan
TGKH. Muhammad
Zainuddin Abdul Madjid belajar di Tanah Suci Mekah selama 13 tahun kemudian
kembali ke Indonesia atas perintah dari guru beliau yang paling di kagumi,
yakni Syaikh Hasan
Muhammad al-Masysyath, pada tahun 1934. Setiba di Pulau
Lombok beliau mendirikan Sekembali dari Tanah Suci Mekah ke Indonesia mula-mula
beliau mendirikan pesantren al-Mujahidin pada tahun 1934 M. kemudian pada
tanggal 15 Jumadil Akhir 1356 H/22 Agustus
1937 M. beliau mendirikan
Madrasah Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah (NWDI). Madrasah ini khusus untuk
mendidik kaum pria. Kemudian pada tanggal 15 Rabiul Akhir 1362 H/21 April
1943 M. beliau mendirikan
madrasah Nahdlatul Banat Diniah Islamiyah (NBDI) khusus untuk kaum wanita.
Kedua madrasah ini merupakan madrasah pertama di Pulau Lombok
yang terus berkembang dan merupakan cikal bakal dari semua madrasah yang
bernaung di bawah organisasi Nahdlatul Wathan. Dan secara khusus nama madrasah
tersebut diabadikan menjadi nama pondok pesantren ‘Dar al-Nahdlatain
Nahdlatul Wathan’. Istilah ‘Nahdlatain’ diambil dari kedua madrasah
tersebut. Beliau aktif berdakwah keliling desa di Pulau Lombok
dan mengajar.
Pada tahun 1952, madrasah-madrasah
cabang NWDI-NBDI yang didirikan oleh para alumni di berbagai daerah telah
berjumlah 66 buah. Maka untuk mengkoordinir, membina dan mengembangkan
madrasah-madrasah cabang tersebut beserta seluruh amal usahanya, al-Mukarram
Maulana al-Syaikh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid mendirikan organisasi
Nahdlatul Wathan yang bergerak di dalam bidang pendidikan, sosial dan dakwah
islamiyah pada tanggal 15 Jumadil Akhir 1372 H/1 Maret 1953 M. sampai dengan
tahun 1997 ini lembaga-lembaga pendidikan yang dikelola oleh Organisasi
Nahdlatul Wathan telah berjumlah 747 buah dari tingkat taman kanak-kanak sampai
dengan perguruan tinggi, begitu juga lembaga sosial dan dakwah islamiyah
Nahdlatul Wathan berkembang dengan pesat bukan hanya di NTB melainkan juga
diberbagai daerah di Indonesia seperti NTT,
Bali, Jawa Timur,
Jawa Barat,
DKI Jakarta,
Riau, Sulawesi,
Kalimantan,
bahkan sampai ke mancanegara seperti Malaysia,
Singapura,
Brunei Darussalam, dan lain sebagainya.
Pada zaman penjajahan,
al-Mukarram Maulana al-Syaikh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid juga
menjadikan madrasah NWDI dan NBDI sebagai pusat pergerakan kemerdekaan, tempat
menggembleng patriot-patriot bangsa yang siap bertempur melawan dan mengusir
penjajah. Bahkan secara khusus al-Mukarram Maulana al-Syaikh TGKH. Muhammad
Zainuddin Abdul Madjid bersama guru-guru Madrasah NWDI-NBDI membentuk suatu
gerakan yang diberi nama “Gerakan al-Mujahidin”. Gerakan al-Mujahidin ini
bergabung dengan gerakan-gerakan rakyat lainnya di Pulau Lombok
untuk bersama-sama membela dan mempertahankan kemerdekaan dan keutuhan Bangsa
Indonesia. Dan pada tanggal 7 Juli 1946,
TGH. Muhammad Faizal Abdul Majid adik kandung Maulana al-Syaikh TGKH. Muhammad
Zainuddin Abdul Madjid memimpin penyerbuan tanksi militer NICA di Selong. Namun,
dalam penyerbuan ini gugurlah TGH. Muhammad Faisal Abdul Madjid bersama dua
orang santri NWDI sebagai Syuhada’ sekaligus sebagai pencipta dan
penghias Taman Makam Pahlawan Rinjani
Selong, Lombok Timur.
Al Mukkarram Maulana
al-Syaikh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid sebagai ulama’ pemimpin umat,
dalam kehidupan bermasyarakt dan berbangsa telah mengemban berbagai jabatan dan
menanamkan berbagai jasa pengabdian, di antaranya :
- Pada tahun 1934 mendirikan pesantren al-Mujahidin
- Pada tahun 1937 mendirikan Madrasah NWDI
- Pada tahun 1943 mendirikan madrasah NBDI
- Pada tahun 1945 pelopor kemerdekaan RI untuk daerah Lombok
- Pada tahun 1946 pelopor penggempuran NICA di Selong Lombok Timur
- Pada tahun 1947/1948 menjadi Amirul Haji dari Negara Indonesia Timur
- Pada tahun 1948/1949 menjadi anggota Delegasi Negara Indonesia Timur ke Arab Saudi
- Pada tahun 1950 Konsulat NU Sunda Kecil
- Pada tahun 1952 Ketua Badan Penaseha Masyumi Daerah Lombok
- Pada tahun 1953 mendirikan Organisasi Nahdlatul Wathan
- Pada tahun1953 Ketua Umum PBNW Pertama
- Pada tahun 1953 merestui terbentuknya parti NU dan PSII di Lombok
- Pada tahun 1954 merestui terbentuknya PERTI Cang Lombok
- Pada tahun 1955 menjadi anggota Konstituante RI hasil Pemilu I (1955)
- Pada tahun 1964 mendiriakn Akademi Paedagogik NW
- Pada tahun 1964 menjadi peserta KIAA (Konferensi Islam Asia Afrika) di Bandung
- Pada Tahun 1965 mendirikan Ma’had Darul-Qur’an wa al-Hadits al-Majidiyah Asy-Syafi’iyah Nahdlatul Wathan
- Pada tahun 1972-1982 sebagai anggota MPR RI hasil pemilu II dan III
- Pada tahun 1971-1982 sebagai penasihat Majlis Ulama’ Indonesia (MUI) Pusat
- Pada tahun 1974 mendirikan Ma’had li al-Banat
- Pada Tahun 1975 Ketua Penasihat Bidang Syara’ Rumah Sakit Islam Siti Hajar Mataram (sampai 1997)
- Pada tahun 1977 mendirikan Universitas Hamzanwadi
- Pada tahun 1977 menjadi Rektor Universitas Hamzanwadi
- Pada tahun 1977 mendirikan Fakultas Tarbiyah Universitas Hamzanwadi
- Pada tahun 1978 mendirikan STKIP Hamzanwadi
- Pada tahun 1978 mendirikan Sekolah Tinggi Ilmu Syari’ah Hamzanwadi
- Pada tahun 1982 mendirikan Yayasan Pendidikan Hamzanwadi
- Pada tahun 1987 mendirikan Universitas Nahdlatul Wathan Mataram
- Pada tahun 1987 mendirikan Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Hamzanwadi
- Pada tahun 1990 mendirikan Sekolah Tinggi Ilamu Dakwah Hamzanwadi
- Pada tahun 1994 mendirikan Madrasah Aliyah Keagamaan putra-putri
- Pada tahun 1996 mendirikan Institut Agama Islam Hamzanwadi
Oleh karena jasa-jasa beliau
itulah, maka pada tahun 1995 belau dianugerahi Piagam Penghargaan dan medali
Pejuang Pembangunan oleh pemerintah. Disamping itu, al-Mukarram Maulana
al-Syaikh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid selaku seorang mujahid selalu
berupaya mengadakan inovasi dalam gerakan perjuangannya untuk meningkatkan
kesejahteraan ummat demi kebahagian di dunia maupun di akhirat.
Di antara
inovasi/rintisa-rintisan beliau adalah menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran
agama Islam di NTB dengan sistem madrasi, membuka lembaga pendidikan khusus
untuk wanita, mengadakan ziarah umum Idul Fitri dan Idul Adha dengan
mendatangai jamaah di samping didatangi, meyelenggarakan pengajian umum secara
bebas, mengadakan gerakan doa dengan berhizib, mengadakan syafa’at al-kubro,
menciptakan tariqat, yakni tariqat Hizib Nahdlatul Wathan, membuka sekolah umum
disamping sekolah agama (madrasah), menyusun nazam berbahasa Arab bercampur
bahasa Indonesia, dan lain-alin.
Sebagai seorang Ulama’
mujahid beliau telah memberikan keteladanan yang terpuji. Seluruh sisi
kehidupan beliau, beliau isi dengan perjuangan memajukan agama, nusa dan
bangsa. Tegasnya, tiada hari tanpa perjuangan. Itulah yang senantiasa terlihat
dan terkesan dari seluruh sisi kehidupan beliau yang patut dicontoh dan
diteladani oleh seluruh pengikut dan murid beliau.
Karya
Al-Mukarram Maulana
al-Syaikh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid selaku ulama’ pewaris para Nabi, di samping
menyampaikn dakwah bi al-hal wa bi al-lisan, juga tergolong penulis dan
pengarang yang produktif. Bakat dan kemampuan beliau sebagai pengarang ini
tumbuh dan berkembang sejak beliau masih belajar di Madrasah Shaulatiyah Mekah.
Namun karena banyaknya dan padatnya kegiatan keagamaan dan keasyarakatan yang
harus diisi maka peluang dan kesempatan untuk memperbanyak tulisan tampaknya
sangat terbatas. Kendatipun demikian di tengah-tengah keterbatasan waktu itu,
beliau masih sempat mengarang beberapa kitab, kumpulan doa, dan lagu-lagu
perjuangan dalam bahasa Arab, Indonesia dan Sasak.
Dalam bahasa Arab
- Risalah al-Tauhid
- Sullam al-Hija Syarah Safinah al-Naja
- Nahdlah al-Zainiah
- At Tuhfah al-Amfenaniyah
- Al Fawakih al-Nahdliyah
- Mi’raj al-Shibyan ila Sama’i Ilm al-Bayan
- Al-Nafahat ‘ala al-Taqrirah al-Saniyah
- Nail al-Anfal
- Hizib Nahdlatul Wathan
- Hizib Nahdlatul Banat
- Tariqat Hizib Nahdlatul Wathan
- Shalawat Nahdlatain
- Shalawat Nahdlatul Wathan
- Shalawat Miftah Bab Rahmah Allah
- Shalawat al-Mab’uts Rahmah li al-‘Alamin
Dalam bahasa Indonesia
dan Sasak
- Batu Ngompal
- Anak Nunggal
- Taqrirat Batu Ngompal
- Wasiat Renungan Masa I dan II
Nasyid/Lagu Perjuangan
- Ta’sis NWDI
- Imamuna al-Syafi’i
- Ya Fata Sasak
- Ahlan bi Wafid al-Zairin
- Tanawwar
- Mars Nahdlatul Wathan
- Bersatulah Haluan
- Nahdlatain
- Pacu Gama’
- …dan lain sebagainya.
Wafat
Tarikh akhir 1997 menjadi masa kelabu
Nusa Tenggara Barat. Betapa tidak, hari Selasa, 21 Oktober
1997 M / 20 Jumadil Akhir 1418 H dalam usia 99 tahun menurut kalender Masehi,
atau usia 102 tahun menurut Hijriah. Sang ulama karismatis, Tuan Guru Haji
Muhammad Zainuddin Abdul Madjid, berpulang ke rahmatullah sekitar pukul 19.53
Wita di kediaman beliau di desa Pancor, Lombok Timur. Tiga warisan besar beliau
tinggalkan: ribuan ulama, puluhan ribu santri, dan sekitar seribu lebih
kelembagaan Nahdlatul Wathan yang tersebar di seluruh Indonesia dan
mancanegara.
Pada akhirnya,
perjuangan beliau dalam menegakkan syiar Islam dan pendidikan dibumi Indonesia
tidak boleh terhenti begitu saja, namun harus terus di lanjutkan oleh siapa
saja, baik umat muslim Indonesia secara keseluruhan dan masyarakat Sasak pada
umumnya, maupun oleh kader-kader Nahdlatul Wathan yang telah di didik melalui
lembaga-lembaga pendidikan Nahdlatul Wathan serta seluruh warga Nahdlatul
Wathan (abituren, pencinta dan simpatisan) pada khususnya.
Wallahua’lam bi Shawab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar